MBAH KARYO
MBAH KARYO
Oleh : Ispramono
Pagi itu seperti pagi-pagi sebelumnya Mbah Karyo sudah terbangun untuk bersiap-siap pergi shalat subuh di mushola dekat rumah. Dengan memakai sarung kesayangan bermotif kotak-kotak kecil berwarna coklat dan kopyah hitam yang sudah agak usang Mbah Karyo bergegas ke mushola. Suasana mushola masih terlihat sepi, jam di dinding mununjukan pukul 03.50 tanda sudah masuk waktu shalat subuh. Dengan suara nyaringnya Mbah Karyo segera mengumandangkan adzan subuh. Tak lama kemudian jama’ah berdatangan untuk melaksanakan shalat subuh secara berjamaah.
Sepulang dari mushola Mbah Karyo membuat segelas kopi dengan gula merah untuk menghangatkan tubuhnya dimusim hujan ini. Dengan menikmati kopi, lamunan Mbah Karyo terbang ke istri dan anak-anaknya tercinta. Tak terasa mata Mbah Karyo berkaca-kaca, mengingat kebersamaan indah yang pernah dirasakan bersama. Sejak istrinya meninggal tiga tahun yang lalu, Mbah Karyo hidup seorang diri. Tiga anak kesayangannya sudah berumah tangga dan hidup di luar kota. Karena kondisi pandemi sekarang, anak-anaknya jarang untuk menjenguk. Hanya lewat HP untuk berkomunikasi menanyakan kondisi kesehatan masing-masing.
Mbah Karyo tidak mau larut dalam kesedihan dan berpangku tangan. Lahan sempit di samping rumah menjadi sasaran untuk menghilangkan kejenuhan. Berbagai sayuran mulai cabe, sawi, tomat, kankung tumbuh subur menghiasi samping rumah Mbah Karyo yang sederhana. Dengan sabar dan tlaten Mbah Karyo merawat tanaman-tanaman itu setiap hari. Begitu waktu panen tiba, hasil panen tidak untuk dirinya sendiri, tetangga ikut merasakan pedasnya cabe, manisnya tomat, segarnya sawi dan kangkung Mbah Karyo. Kedermawanan Mbah Karyo tidak sebatas itu saja, tenaganyapun sering disumbangkan untuk membantu tetangga kanan kiri.
Dengan pelan-pelan Mbah Karyo mengayuh sepeda buntut miliknya menyusuri jalanan sore itu yang tidak begitu ramai. Ditemui sahabatnya tempat dimana mbah Karyo bercerita dan bersedagurau penghilang penat seharian. Entah apa yang diceritakan tapi kelihatan sangat menikmati pertemuan itu. Senyuman selalu mengembang dari mulut Mbah Karyo begitu ketemu sahabatnya. Walupun sahabatnya beda jauh usianya tapi kecocokan menghiasi persahabatan itu.
Hobby Mbah Karyo yang tidak perrnah ketinggalan adalah membaca. Surat kabar harian selalu ada di meja. Jika pada malam hari mata tidak bisa terlelap maka tulisan-tulisan yang ada di koran itu yang menjadi sasaran Halaman demi halaman dicermati dari berita politik, ekonomi, olah raga sampai kehidupan selibritis habis dilahap.. Agar rasa kantuk segera hadir dan terlelap dalam tidurnya. Karena hobby membaca ini Mbah Karyo tidak pikun diusia senjanya. Semoga Mbah Karyo selalu diberi kesabaran, kesehatan selalu membuat baik untuk orang lain dan istiqomah dalam beribadah serta diberi umur yang panjang.
Sananwetan, 28 Desember 2020
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
ANTOLOGI PUISI
SYAHDU Oleh : Siti Wahyuni, S.Pd. M.Pd. Kututup rapat mataku Kudekap erat malamku Hening....tanpa suara Hanya hembusan nafas Pelan yang membelah suasana Syahdu merindu, ku
KASIH SEBENING EMBUN. oleh : Ispramono, S.Pd
Kami delapan bersaudara, saya terlahir sebagai si bungsu. Si bungsu biasanya identik dengan manja, terpenuhi segala ke
FASTABIQUL KHAIRAT Oleh : M.Barid, S.Ag
Dalam sebuah ceramah, sang da’i muda, yang mendadak terkenal itu menyampaikan isi pidatonya dengan berapi-api. Karena baru beberapa kali mengisi