KASIH SEBENING EMBUN. oleh : Ispramono, S.Pd
Kami delapan bersaudara, saya terlahir sebagai si bungsu. Si bungsu biasanya identik dengan manja, terpenuhi segala keinginan dan kebutuhan.Tapi hal itu tidak berlaku bagi saya, karena memang kondisi ekonomi orang tua kami yang serba pas-pasan. Ibu harus berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri, semenjak ditinggal Bapak untuk selamanya.
Tiap hari Ibu harus bangun jam dua pagi untuk memulai pekerjaannya. Ibu membuat makanan kecil untuk dititikan di warung-warung dan kantin sekolah. Jam enam pagi makan kecil ini sudah harus diantar ke warung dan kantin sekolah, agar makanan kecil itu cepat laku dan habis. Betapa bahagia jika sore hari waktu mengambil dagangan dari warung dan kantin sekolah apa yang dititipkan habis.
Untuk urusan pekerjaan rumah Ibu menanamkan pada kami untuk gotong-royong. Ibu membagi pekerjaan rumah kepada semua anak-anaknya. Tak terkecuali saya, saya kebagian menyapu halaman depan baik pagi maupun sore hari. Karena sudah menjadi tanggung jawab, tanpa disuruh kami mengerjakan tugas masing-masing dengan senang hati.Ini salah satu bagaimana Ibu mengajarkan pada kami tanggung jawab dan disiplin.
Tak kalah disiplin dalam urusan ibadah, Ibu memberikan contoh untuk rajin beribadah. Ibu selalu mengingatkan pada kami untuk melaksanakan shalat lima waktu tepat waktu. Kami sering ditanya sudah shalat atau belum kalau sudah masuk waktunya shalat. Kamipun bergegas untuk segera melaksanakan.Tak ketinggalan Ibu rajin berpuasa Senin dan Kamis.
Pendidikanmenjadihal yang utamadalambenakIbu. Ibu selalu berpesan pada kami carilah ilmu setinggi langit. Dengan berbekal ilmu, kamu bisa meraih apa yang menjadi impian kamu. Kamipun ingin mewujudkan mejangan dari Ibu dengan meraih sekolah setinggi-tingginya. Dengan motivasi dari Ibu, sebagai cambuk untuk melecut kami selalu giat belajar. Tak jarang kami belajar sampai larut malam bahkan pagi-pagi sebelum subuh kami selalu terbangun untuk kembali belajar sambil menemani Ibu membuat makanan kecil.
Memang kasih Ibu tak terbilang, agar tidak ada air mata dari anak-anaknya,demi mewujudkan kebahagiaan dan kesukseksan anak-anaknya segala usaha ditempuh. Apalagi menyangkut masalah pendidikan. Pendidikan harus dinomorsatukan, karena ini menjadi bekal masa depan.
Seperti halnya selepas tamat dari SMA, Ibu menyarankan pada saya untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Mendengar kabar ini dalam hati saya merasa senang dan bangga. Membayangkan bagaimana sekolah di kota besar.Tapi disisi lain saya berfikir bagaimana nanti biaya untuk kuliah. Tentunya kuliah membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk biaya SPP, biaya kost, biaya sehari-hari. Tapi Ibu pantang menyerah untuk meyakinkan bahwa kalau ada niat yang bulat pasti ada jalan keluar. Jangan menyerah sebelum berperang. Akhirnya Dengan optimis yang tinggi saya mendaftarkan ke salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Karena doa Ibu yang kuat, nama saya tercantum di pengumuman penerimaan mahasiswa baru yang dimuat di surat kabar yang terkenal di Jawa Timur.
Alhamdulillah selama empat tahun saya menjalani kuliah di Surabaya, tidak ada kendala yang berarti. Semuanya berjalan lancar. Dan gelar sarjana pendidikan mengantarkan saya menjadi seorang guru seperti sekarang ini. Tugas yang mulia dimata saya. Pengabdian untuk mencerdaskan anak bangsa,tekat yang terpatri didalam sanubari. Kesuksesan ini tak lepas dari campur tangan Ibu, doa Ibu, jerih payah Ibu.
Ibu bagi kami adalah segala-galanya. Ibu yang mendidik kami, menanamkan segala aspek kehidupan. Dari kasih sayang Ibu kami tumbuh menjadi anak-anak yang bertanggung jawab, mandiri, pantang menyerah dan tak lupa selalu bersyukur. Dan yang takkalahterpenting dari kasih sayang Ibukami menjadi anak-anak yang bermartabat.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
MBAH KARYO
MBAH KARYO Oleh : Ispramono Pagi itu seperti pagi-pagi sebelumnya Mbah Karyo sudah terbangun untuk bersi
ANTOLOGI PUISI
SYAHDU Oleh : Siti Wahyuni, S.Pd. M.Pd. Kututup rapat mataku Kudekap erat malamku Hening....tanpa suara Hanya hembusan nafas Pelan yang membelah suasana Syahdu merindu, ku
FASTABIQUL KHAIRAT Oleh : M.Barid, S.Ag
Dalam sebuah ceramah, sang da’i muda, yang mendadak terkenal itu menyampaikan isi pidatonya dengan berapi-api. Karena baru beberapa kali mengisi